Memelankan Langkah di Tengah Perubahan

dwi wulandari
3 min readJan 24, 2022

--

Beberapa minggu terakhir menjadi saat yang meresahkan bagi saya, betapa tidak, di bulan Mei suami mengalami PHK yang berujung depresi, beberapa anggota keluarga menolak vaksin dengan berbagai macam alasan, ada juga yang harus isolasi mandiri, hingga teman-teman yang kehilangan anggota keluarga terkasih. Daya baterai saya seakan melemah dan habis dengan cepat sekali. Bayangan buruk melintas, kekuatiran akan keluarga dan nasib kami ke depannya menjadi salah satu wake-up call yang memaksa saya untuk keluar dari cangkang zona nyaman.

Saya terbiasa kerja freelance dimana saya mengatur sendiri jadwal dan jumlah murid yang saya mau. Saya mengajar bahasa Inggris dan Mandarin. Normalnya saya hanya mau kerja dua sampai tiga hari dalam seminggu. Saya tadinya banyak menolak permintaan orang-tua murid untuk memberi les karena bentrok di jadwal. Saya tidak pernah mengambil bayaran tinggi untuk mengajar privat. Saya melakukan atas dasar suka mengajar dan ingin berbagi ilmu, selain itu saya senantiasa merasa bahwa saya ini masih dalam fase belajar, sehingga sungkan rasanya untuk meminta bayaran lebih meskipun boleh-boleh saja berbuat begitu.

Saya pun memulai mencari-cari pekerjaan lagi sebagai guru tetap, namun sejauh ini masih belum dapat pekerjaan apapun di tempat yang saya tinggali saat ini, Singapura. Kami suami-istri, sama-sama pengangguran sekarang. Keseharian kami dimulai dengan mencari kerja dan melakukan banyak sekali interview dengan Human Resources atau Recruiters. Begitu banyak pilihan dan kesempatan datang pada suami, namun nol besar untuk saya. Kadang saya berpikir, apa mungkin saya minta gaji terlalu banyak atau profil saya kurang diminati oleh sekolah-sekolah maupun institusi yang saya tuju di Singapura dan berbagai tempat lainnya.

Perlu diketahui, saat ini untuk merekrut satu orang asing, perusahaan di Singapura harus merekrut delapan orang lokal. Pemerintah Singapura juga memberikan subsidi jika perusahaan tersebut merekrut orang lokal. Betapa beratnya sebagai orang asing untuk bisa dapat satu pekerjaaan di Singapura untuk masa-masa seperti ini. Kami pantang menyerah, tetap mencoba meskipun kesempatannya sedikit sekali.

Saya pun mencoba cara lainnya, menawarkan jasa mengajar dengan sistem trial, memberikan uji coba belajar gratis untuk berusaha menjaring lebih banyak murid. Saya tidak lagi berpikir tentang kenyamanan dan bermalas-malasan. “The Power of Kepepet”, begitu kalau kata banyak financial planner di Instagram. Saya menawarkan jasa saya untuk mengajar di salah satu women support group yang dibuat oleh salah satu penulis di Indonesia. Bersyukur sekali, gayung bersambut. Saya dipercaya dan diberi kesempatan untuk mengajar di support group tersebut.

Kelas grup pertama saya diikuti oleh 55 peserta, semuanya perempuan termasuk Penulisnya, Claudia Kaunang. Kesempatan ini ternyata membuka banyak pintu-pintu baru. Tanpa saya perlu hard-selling, banyak teman yang menghubungi saya untuk meminta saya mengajari mereka bahasa Mandarin. Saya bersyukur masih banyak teman yang minat belajarnya tinggi di saat-saat yang sulit seperti ini.

Mungkin saat ini ada teman-teman yang sedang berjuang mencari pekerjaan sama seperti saya, mungkin ada yang di-PHK, sama seperti suami saya. Mungkin saja ada teman-teman yang kondisinya jauh lebih buruk daripada saya. Teman-teman, jangan patah semangat. Tawarkan kesana-kemari keahlian kita tanpa lelah. Jika tidak punya keahlian khusus, coba kerjakan dulu apa yang ada, jualan barang yang sedang dibutuhkan saat ini, seperti contohnya vitamin, jamu, sayuran sehat, tanaman, makanan/minuman peningkat imunitas, paket rantang untuk isoman, masker, boneka jumbo buat jomblo (ehh…) dan lain sebagainya. Masih banyak orang baik di luar sana yang bakal menolong kita dengan cara yang sama sekali tidak kita sangka-sangka. Tetap percaya bahwa ada Tuhan di atas semua masalah kita. Merasa lelah, letih, lesu boleh saja, rasanya luluh lantak dan bingung pun boleh. Berhenti dulu. Pause. Diterima saja dulu semua rasa yang ada, jangan dilawan, kata salah satu teman baik saya, Sitta Puteri. Nanti semuanya pasti berlalu. Namun kita harus tetap bergerak dan berusaha yang terbaik sampai di penghujung hari. Saya pun masih belum tahu ke depannya akan seperti apa dan bagaimana, namun saya berusaha mengerjakan apa yang telah dipercayakan kepada saya sebaik-baiknya.

Kondisi terakhir kami, saya tetap lanjut mengajar Mandarin dan bahasa Inggris. Saya juga mulai belajar lagi. Salah satunya belajar bagaimana membuat catatan yang baik supaya pikiran saya punya struktur yang lebih baik. Suami masih dengan rutinitas interview mencari kerja. Mudah-mudahan ada titik terang di bulan Agustus ini, sembari kami mempersiapkan visa ijin tinggal suami untuk Indonesia dan visa untuk saya bisa tinggal di negara asal suami. Semoga apa yang kami upayakan membuahkan hasil yang baik.

Originally published at https://lagingulik.substack.com on Aug 13, 2021

--

--